Definisi stroke berdasarkan World Health Organization (WHO), adalah suatu kumpulan gejala dan tanda klinis akibat gangguan fungsi otak fokal dan global yang terjadi mendadak, berkembang cepat dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus. Gangguan fungsi syaraf pada stroke menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis tenaga kesehatan serta yang mempunyai riwayat gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰) dan (67,0‰)

EEG dan Continuous EEG (CEEG) telah banyak dikembangkan untuk mendeteksi serebral iskemik akut selama operasi arteri karotid. Kenneth G. Jordan (Jordan, 2004) mengemukakan bahwa elektroensefalografi dapat membantu mengkonfirmasi atau mendeteksi adanya stroke iskemik akut yang ditunjukkan dengan adanya perlambatan gelombang pada spektra sinyal elektroensefalogram (EEG) (muncul aktivitas sinyal delta) dan berkurangnya volume serebral. EEG berubah bila terdapat penurunan aliran darah di otak, seperti berkurang atau hilangnya frekuensi cepat (beta dan alfa, kadang-kadang termasuk spindle sleep) serta muncul perlambatan gelombang (theta dan delta). Iskemia dapat terlihat pada fase reversal EEG meskipun pencitraan anatomi seperti MRI tetap dalam keadaan normal. Saat aliran darah di otak menurun, terjadi perlambataan frekuensi di bagian otak yang mengalami kematian neuronal (infark). Kemampuan EEG untuk mendeteksi iskemia pada tahap awal dengan prosedur yang dilakukan secara kontinyu adalah dasar untuk memantau EEG pada pasien berisiko tinggi untuk iskemia (Hirsch & Brenner, 2010). Elektroensefalograf atau elektroensefalograf yang dilakukan secara kontinyumerupakan alat neurodiagnostik paling sensitif untuk mendeteksi iskemia serebral akut (Jordan, 2004), meskipun sampai saat ini dinyatakan belum dapat menggantikan keberadaan Computed Tomography Scan (CT scan)atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) namun memiliki keunggulan dari segi biaya operasional yang lebih rendah. 

Brain Symmetry Index (BSI) adalah salah satu parameter yang digunakan dalam analisis EEG yang paling sering digunakan dan telah terbukti berguna dalam menilai tingkat simetrisitas hemisfer. Penelitian Cecile de Vos (Vos, Maarseveen, Brouwers, & Putten, 2008) telah menunjukkan korelasi positif antara BSI denganskor penilaian klinis pada pasien stroke iskemik akut, yaitu National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan penelitian Xiyan Xin (Xin et al., 2012) menunjukkan korelasi positif antara BSI dengan skor penilaian klinis pada pasien stroke hemoragik akut, yaitu NIHSS, Glasgow Coma Scale (GCS) dan Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II (APACHE II). Michael J.A.M. van Putten dan Tavy (Van Putten & Tavy, 2004) menggunakan metode BSI dalam memantau hemisfer pada pasien stroke menggunakan quantitativeelektroensefalograf dan hasilnya menunjukkan adanya korelasi antara BSI dengan NIHSS.

Berdasarkan karakteristik yang ditunjukkan stroke iskemi kakut pada sinyal EEG, yaitu munculnya gelombang lambat dan asimetri gelombang pada hemisfer, penelitian ini menggunakan nilai Delta/Alpha Ratio (DAR), (Delta+Theta)/(Alpha+Beta) Ratio (DTABR) dan Brain Symmetry Index (BSI) sebagai nilai fitur masukan ELM yang diperoleh dengan transformasi Wavelet (Daubechies 4) serta metode Welch untuk mengidentifikasi stroke iskemik akut. Hasil penelitian ini diperoleh nilai akurasi di atas 85% dengan nilai sensitivitas di atas 86%.ELM dipilih karena membutuhkan waktu pelatihan yang lebih cepatserta memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan algortima lain seperti Backpropagation dan Support Vector Machines(SVM) dalam mengklasifikasi sinyal EEG(G.-B. Huang, Zhu, & Siew, 2006).

Data penelitian ini merupakan data EEG pasien normal dan pasien stroke iskemik akut yang diperoleh dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta dalam format .edf (European Data Format). Data pasien dilengkapi dengan hasil CT scan sebagai pembanding analisa EEG. Elektroda yang digunakan adalah 32 channel dengan sistem peletakan internasional 10-20. Perekaman EEG dilakukan selama kurang lebih 30 menit dalam keadaan sadar atau tidak tidur menggunakan alat EEG Biologic dan Natus dengan frekuensi sampel 256 Hz dan 512 Hz.

Penulis: Osmalina Nur Rahma

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/1.5096691

https://ieeexplore.ieee.org/document/8124287